Senin, 19 Juni 2017
Info terkini Waton Sinau, yang tertarik nulis disini bisa gabung
Mohon maaf temen2 pembaca di waton sinau.. berhubung banyaknya agenda di dunia nyata.. untuk sementara belum bisa update.. mungkin temen2 yang mempunyai hobi nulis tentang materi yg sejalan dengan pembahasan di watonsinau bisa gabung, untuk royalty bisa dibicarakan lebih lanjut.. yang tertarik bisa kirim email di landepbisnis@gmail.com
Nuwun
Selasa, 14 Februari 2017
MODEL PENANGKARAN RUSA Lengkap dari pemeliharaan sampai pemindahan
MODEL PENANGKARAN RUSA
Pemilihan Lokasi
Lokasi penangkaran harus berada pada tempat yang tenang, aman dari gangguan predator, mudah dicapai, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau, tersedia air sepanjang tahun dan permukaan tanahnya jangan berbatu, akan lebih baik bila di sekitarnya terdapat lapangan perumputan. Topografi rata sampai bergelombang ringan, luas lahan minimal 1 ha atau sesuai kebutuhan, tersedia pohon-pohon peneduh atau semak-semak.
Model Kandang
Pengelolaan rusa melalui penangkaran atau budidaya tidak terlalu sulit, sistem pemeliharaan dapat menggunakan beberapa model kandang. Bila lahan terbatas dapat digunakan kandang yang menyerupai kandang kambing, dengan model kandang panggung, ukuran kandang untuk satu individu 1,5 x 2 m. Dinding dan lantai dapat menggunakan bahan dari bambu dan atap dari alang-alang (Gambar 2). Sistem pemeliharaan dengan model kandang panggung biasanya digunakan untuk
penangkaran/budidaya skala kecil (2 pasang). Bila lahan, dana, dan tenaga memungkinkan penangkaran dapat menggunakan sistem ranch (Gambar 3), yaitu rusa dilepas dalam areal terbuka yang sekelilingnya dipagari, luas areal tergantung ketersediaan lahan; idealnya untuk 10 individu rusa dibutuhkan 1 ha.
Gambar 2. Sistem kandang panggung
Gambar 3. Sistem ranch
Di dalam ranch harus terdapat tempat bernaung, baik secara alami berupa pohon dan semak maupun naungan buatan seperti selter yang atapnya dapat terbuat dari injuk, alang-alang atau pun seng. Dengan luasan tersebut biasanya rusa tetap harus diberi rumput dari luar dan pakan tambahan terutama pada musim kemarau. Bila dalam ranch ketersediaan pakan cukup, rusa tidak usah diberi rumput dari luar tetapi pakan tambahan berupa konsentrat seperti jagung dan dedak tetap harus diberikan. Untuk mencukupi kebutuhan pakan pada musim kemarau harus dibuat kebun rumput dengan jenis rumput yang unggul dan dipanen secara bergiliran (rotasi).
Selain kandang pemeliharaan di dalam penangkaran dibutuhkan juga kandang lain yang biasa disebut yard. Dinding yard ter-buat dari bahan berupa papan yang tertutup rapat, atap terbuat dari seng atau alang-alang, dan lantai dari semen. Kandang ini berbentuk lonjong yang digunakan untuk perawatan rusa sudah benar sebagai tempat bagi rusa yang sedang bunting atau melahirkan, dan dapat juga digunakan sebagai kandang adaptasi (Gambar 4).
Bangunan Peneduh/Selter
Bangunan ini berfungsi sebagai tempat berteduh karena mempunyai atap dan dinding, dengan maksud untuk menghindari terpaan air hujan. Bangunan ini sangat diperlukan dalam penangkaran rusa sistem ranch, apalagi bila di dalam ranchtersebut vegetasi pohonnya tidak rapat atau jarang. Atap bangunan peneduh dapat menggunakan alang-alang/rumbia atau seng. Sarana dan pra-sarana lain yang harus diperhatikan dalam suatu penangkaran yaitu :
1. Pagar
Pagar dibuat mengelilingi areal penangkaran, dengan bahan yang terdiri dari tiang pagar (besi siku, beton, atau pagar hidup) dan kawat (harmonika/ram, dan kawat duri). Tinggi tiang pagar minimum 2,5 m dari permukaan tanah, ditanam 50-75 cm dengan pondasi beton dan ujung bagian atas dibengkokkan sepanjang 0,5 m dan diberi kawat duri sebanyak 3-4 baris. Jarak antar tiang pagar maksimal 2,0 m. Selain itu, tiang pagar yang berasal dari pohon hidup, ditanam di sekitar pagar setinggi 2,5 m dari permukaan tanah dengan diameter batang minimum 10 cm dan ditanam 50-75 cm. Pohon hidup tersebut ditanam di antara tiang besi siku, untuk membantu penguatan pagar.
2. Areal Pengembangan Pakan
Areal pengembangan pakan merupakan salah satu sarana yang sangat penting di dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan satwa sangat tergantung oleh pakan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk memelihara/menangkarkan rusa sebanyak 11 ekor adalah ± 0,3 ha. Kebutuhan lahan ini didekati dengan cara mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor rusa dewasa dengan jumlah rata-rata produksi pakan dalam 1 ha. Sementara 1 ha areal penanaman pakan yang apabila dikelola secara intensif dan berada pada daerah basah dengan irigasi yang baik, akan menghasilkan 270.000 kg/ha/tahun (Reksohadiprodjo, 1982). Sedang-kan untuk daerah kering biasanya produksi rumputnya hanya setengahnya. Areal pengembangan pakan harus dikelola secara intensif untuk menjaga kualitas dan kuantitas jenis pakan. Gambar 4. Yard (kandang isolasi dan adaptasi)
3. Tempat Makan
Makanan yang diberikan pada rusa berupa hijauan segar dan makanan tambahan yakni dedak. Tempat makan yang digunakan berbentuk palungan berukuran panjang 1,5-2,0 m dan lebar 0,5 m atau dapat pula berbentuk bulat segi 6 berukuran diameter 50-75 cm dengan tinggi 30 cm dari atas permukaan tanah. Bahan yang digunakan untuk membuat tempat makan ini terdiri dari papan, kayu, atau seng polos/licin. Tempat makan diletakkan di tengah atau di sudut kandang dan diusahakan setiap kandang terdapat 1 buah tempat makan.
4. Tempat Minum
Rusa memerlukan air untuk minum dan berkubang. Oleh karena itu, air terse-but sebaiknya selalu bersih dan sering diganti. Pada musim kawin, rusa jantan sangat menyenangi air sebagai tempat berkubang sambil meraung-raung dan mengejar betina. Tempat minum yang digunakan berbentuk bak tembok persegi panjang berukuran 1,0 x 0,5 x 30,0 cm yang dibenamkan ke dalam tanah atau berbentuk kolam dilengkapi dengan pembuangan. Bentuk ini dapat menghindari rusa jantan yang sering menanduk terutama apabila memasuki musim kawin. Letak tempat minum bisa di tengah atau di sudut kandang dan setiap kandang diusahakan terdapat 1 tempat minum.
5. Jalan Kontrol
Jalan kontrol berfungsi untuk pengontrolan dan pemberian pakan. Lebar jalan kontrol adalah 1,5-2,0 m dan sebaiknya terletak di sepanjang pinggir kandang.
6. Saluran Air
Air diperlukan untuk mengairi pakan, pemeliharaan kandang, dan rusa. Suatu penangkaran sebaiknya mempunyai bak penampung dan menara air lengkap dengan generator.
7. Gudang dan Peralatan
Bangunan ini berfungsi untuk menyimpan peralatan dan perlengkapan penang-karan, pemeliharaan pakan (alat pertanian), pakan, dan obat-obatan.
TEKNIK PEMELIHARAAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran rusa antara lain penge-lompokan rusa, penyapihan anak, kesehatan, dan penandaan/pemberian nomor/ tagging.
A. Pengelompokan Rusa
Pemeliharaan rusa harus dikelompokkan berdasarkan status fisiologi yakni jantan dan betina yang telah siap kawin, jantan yang belum siap kawin (baru disapih), betina yang belum siap kawin (baru disapih), betina yang sedang bunting, betina yang melahirkan, dan rusa yang sakit. Pengelompokan rusa bermanfaat untuk memudahkan dalam pemberian pakan sesuai kebutuhan, memudahkan dalam pengaturan perkawinan, menjaga pejantan agar tidak mengganggu rusa yang lain, keamanan bagi induk yang bunting dalam proses kelahiran, ketenangan bagi induk yang menyusui dalam merawat anak, menghindari perkawinan sebelum waktunya,memperoleh kesempatan makan bagi rusa yang baru disapih, dan memudahkan penanganan bagi rusa yang sakit.
B. Penyapihan Rusa
Penyapihan anak rusa juga perlu diperhatikan yaitu di mana induk betina harus bersatu dengan anak sampai berumur 4 bulan, agar anak rusa mendapat air susu lebih banyak. Penyapihan sebelum berumur 4 bulan, misalnya ditinggal mati oleh induk, diperlukan penambahan air susu dari luar dengan menggunakan dot atau sendok. Setelah disapih, pemeliharaan tetap terpisah antara jantan dan betina untuk menghindari kemungkinan terjadi perkawinan lebih awal.
C. Kesehatan
Kesehatan rusa merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius agar produktivitas rusa semakin meningkat. Berdasarkan pengalaman, kematian dalam penangkaran lebih banyak terjadi pada musim hujan yakni pada anak rusa (27 %) dan rusa dewasa (9%). Penyakit yang sering menyerang pada musim hujan adalah pneumonia (radang paru-paru) sebagai akibat kandang yang becek dan lembab. Sedangkan kematian pada rusa dewasa lebih banyak disebabkan oleh faktor makanan, lingkungan, dan stressakibat penanganan.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sanitasi lingkungan kandang, pemberian pakan yang memenuhi standar gizi, memperbaiki teknik penanganan, dan vaksinasi, serta pemberian obat sesuai jenis penyakit dan anjuran medis.
D. Penandaan (Tagging)
Penandaan atau pemberian nomor pada rusa merupakan hal penting dalam manajemen penangkaran. Penandaan sebaiknya dilakukan sebelum anak rusa disapih. Tujuan penandaan atau pemberian nomor adalah untuk mengetahui sil-silah (pedigree), umur, memudahkan dalam pengontrolan, memudahkan dalam pengenalan individu, dan untuk memudahkan pengaturan perkawinan.
Cara pemberian nomor pada rusa dilakukan dengan cara nomor ditulis pada potongan plastik yang tebal atau papan dengan menggunakan paku/kawat agar tidak mudah hilang. Kemudian potongan tersebut digunting/dipotong, dan di-gantung pada leher rusa dengan menggunakan tali tambang berdiameter 5 mm lalu dimasukkan ke dalam selang berukuran 2 dim. Penulisan nomor menggunakan 4-5 angka. Angka pertama menunjukkan tahun kelahiran; angka kedua dan ketiga adalah bulan kelahiran; angka keempat menunjukkan nomor induk (angka akhir saja); dan angka kelima merupakan nomor urut anak. Contoh nomor 3223, yaitu 3 menunjukkan rusa lahir pada tahun 2003; 2 menandakan bulan Pebruari; 2 menandakan induk yang melahirkan mempunyai nomor berakhiran 2; dan 3 berarti induk tersebut telah melahirkan sebanyak 3 kali.
E. Pemeliharaan Kebun Pakan
Pemeliharaan pakan harus sering dilakukan agar memperoleh pakan yang baik dan selalu tersedia secara kontinyu sepanjang musim, dengan cara pembersihan, pengolahan tanah, pemupukan, pendangiran, dan penyiraman. Pembersihan rumput liar dan pendangiran dilakukan 3 bulan sekali sedangkan pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan 1 tahun sekali.
F. Teknik Pemberian Pakan
Pemberian pakan segar (hijauan) pada rusa didasarkan pada bobot badan rusa, dengan perhitungan 10 % x bobot badan x 2. Maksud dikalikan 2 yakni diperhitungkan dengan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena sudah tua, tidak disenangi, kotor karena terinjak-injak, dan telah bercampur dengan urine/faeces.
Contoh : bila bobot badan seekor rusa dewasa 50 kg akan membutuhkan pakan segar sebanyak 10% x 50 kg x 2 = 10 kg/hari. Pemberian pakan selalu disertai dengan pemberian garam sebagai perangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral. Pemberian pakan dilakukan dengan cara pengaritan di mana hijauan dipotong lalu diberikan pada rusa dalam kandang, baik musim hujan maupun musim kemarau. Namun hal ini tergantung pada sistem penangkaran yang digunakan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali dalam sehari (pagi, siang, dan sore) sedangkan pemberian pakan tambahan berupa dedak padi diberikan 3 kali dalam seminggu, sebanyak 0,5 kg/ekor.
TEKNIK PEMINDAHAN
A. Penangkapan Rusa
Cara menangkap rusa agar tidak menimbulkan cedera pada petugas dan rusa itu sendiri, antara lain dengan menjepit leher dengan tangan kanan, ke dua mata ditutup menggunakan tangan kiri agar dapat mengurangi stress; sementara petugas lainnya memegang kedua pangkal paha dari arah samping. Penangkapan ini membutuhkan tenaga 2-3 orang dan pada rusa jantan yang mempunyai tanduk kokoh atau sempurna, harus mendapat perhatian yang lebih serius karena sangat galak dan liar.
B. Pengangkutan Rusa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan rusa adalah apabila jarak pengangkutan sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama, sebaiknya menggunakan peti/kandang berbentuk persegi empat. Satu buah peti/kandang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 m, berisi 1 ekor rusa. Peti/kandang terbuat dari kayu/ papan/triplek yang tertutup rapat agar rusa tidak stress tetapi harus mempunyai lubang udara. Pembuatan peti/kandang diusahakan agar rusa dapat berdiri tegak.
Selama dalam perjalanan, rusa harus diberi makan dan minum, bila memungkinkan diberi obat anti stress. Selain itu pengangkutan rusa dapat juga mengguna-kan bius dengan dosis yang sesuai dengan ketentuan. Sebaiknya pengangkutan rusa dilakukan pada sore atau malam hari, agar rusa tidak kepanasan.
KOTORAN TERNAK SEBAGAI PUPUK DAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF
di Cuplik dari karya Ir. Ridwan, MS
Akhir-akhir ini makin tingginya harga pupuk dan bahan bakar minyak untuk kebutuhan rumah tangga, makin meresahkan masyarakat, terutama sekali masyarakat yang tinggal dipedesaan. Untuk mengatasi hal-hal yang demikian perlu dicari sumber-sumber alternatif agar produksi pertanian tetap dapat dipertahankan dan kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa merusak lingkungan.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Namun sampai saat ini pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum dilakukan oleh petani secara optimal, terkecuali di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sedangkan didaerah-daerah yang banyak ternak dan bukan daerah sentra produksi sayuran, kotoran ternak banyak yang tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak yang dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber sumber bahan bakar dalam bentuk gas bio dan biorang. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat, petani dan peternak kita.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Namun sampai saat ini pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum dilakukan oleh petani secara optimal, terkecuali di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sedangkan didaerah-daerah yang banyak ternak dan bukan daerah sentra produksi sayuran, kotoran ternak banyak yang tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak yang dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber sumber bahan bakar dalam bentuk gas bio dan biorang. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat, petani dan peternak kita.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak. Karena pada pembuatan gas bio, kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metan(CH4) yang digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran ternak yang sudah diproses pada pembuatan gas bio dipindahkan ketempat lebih kering, dan bila sudah kering dapat disimpan dalam karung untuk penggunaan selanjutnya.
LIMBAH TERNAK SEBAGAI PUPUK ORGANIK
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak kotoran ternak yang terdapat di daerah sentra produksi ternak di Sumatera Barat banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal, sebahagian diantaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan akibat menghasilkan bau yang tidak sedap. Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23, 59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk oranik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel. 1 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa jenis ternak
Disamping menghasilkan unsur hara mikro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.
SUMBER ENERGI ALTERNATIF
Dipedesaan tingginya harga BBM sudah mulai memberi dampak yang mengkhawatirkan. Kebanyakan masyarakat kembali pada pemanfaatan kayu sebagai sumber bahan bakar. Jika hal ini berlangsung lama, akan menimbulkan masalah baru yaitu pembabatan hutan sehingga dikawatirkan dapat merusak lingkungan.
Dalam konteks itu pemantaan kotoran ternak sebagai sumber energi (bahan bakar) merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan minyak tanah dan kayu untuk keperluan rumah tangga. Dari kotoran ternak dapat dihasilkan 2 jenis bahan bakar yaitu (gas bio) dan biorang dalam bentuk arang.
Gas bio dapat dihasilkan dari fermentasi kotoran ternak pada keadaan aerobik (tanpa oksigen). Kotoran ternak yang sudah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 1 ½ bila ditempatkan pada ruang tertutup seperti dalam drum akan terjadi fermentasi. Proses ini terjadi pada 2 tahap yaitu tahap aerobik dan tahap an aerobik. Proses aerobik masih membutuhkan O2 dan hasil prosesnya berupa CO2. Proses ini berakhir bila O2 dalam ruangan habis. Dalam keadaanan an aerobik akan terjadi gas metan. Gas yang sudah terbentuk inilah nantinya akan dialirkan ketempat pembakaran (kompor).
Untuk pembuatan gas bio, kotoran ternak harus tersedia secara berkelanjutan. Pembuatan gas bio hanya bisa dilakukan oleh petani yang mempunyai ternak, minimal 2 ekor dan maksimal 15 ekor. Jadi pembuatan gas bio untuk bahan bakar sangat efektif dilakukan diderah-daerah yang banyak ternak. Selain penghasil gas, bio, kotoran ternak juga dapat menghasilkan biorang.
Penggunaan kotoran ternak sebagai bahan pembuatan biorang tidak saja sebagai merupakan cara pemanfaatan energi yang lebih baik tetapi juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak. Pembuatan biorang berbeda dengan pembuatan biogas. Dimana pembuatan biorang dilakukan dengan merobah kotoran ternak dalam bentuk briket dengan menggunakan alat cetak. Briket yang sudah terbentuk dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering, briket tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Alat pemanas diletakkan diatas kompor atau tungku. Setelah briket berubah jadi arang yang ditandai dengan habisnya asap yang keluar pada tempat pemanas. Lalu alat pemanas di buka dan briket yang masih membara disemprot dengan air.
Penggunaan kotoran ternak sebagai bahan pembuatan biorang tidak saja sebagai merupakan cara pemanfaatan energi yang lebih baik tetapi juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak. Pembuatan biorang berbeda dengan pembuatan biogas. Dimana pembuatan biorang dilakukan dengan merobah kotoran ternak dalam bentuk briket dengan menggunakan alat cetak. Briket yang sudah terbentuk dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering, briket tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Alat pemanas diletakkan diatas kompor atau tungku. Setelah briket berubah jadi arang yang ditandai dengan habisnya asap yang keluar pada tempat pemanas. Lalu alat pemanas di buka dan briket yang masih membara disemprot dengan air.
Briket yang sudah jadi arang ini dapat dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak atau kebutuhan rumah tangga. Kelebihan biorang dari arang kayu biasa adalah :
- Dapat menghasilkan panas pembakaran yang tinggi,
- Asap yang dihasilkan sedikit,
- Bentuknya lebih seragam karena pembuatannya dengan dicetakkan mempergunakan alat,
- Tampilan arangnya lebih menarik,
- Pembuatan bahan baku dari bahan yang tidak menimbulkan masalah dan dapat mengurangi pencernaan lingkungan,
- Kedua jenis bahan bakar ini yaitu bio gas dan biorang pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.
Penulis, Ir. Ridwan, MS, Peneliti BPTP-Sumbar
Rabu, 08 Februari 2017
Pengertian Inseminasi Buatan (IB) beserta mendeteksi birahi pada sapi betina
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
Tujuan Inseminasi Buatan
- Memperbaiki mutu genetika ternak;
- Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
- Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
- Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
- Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB)
- Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
- Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
- Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
- Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
- Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
- Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
- Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Inseminator Adalah tenaga teknis menengah yang telah dididik dan mendapat sertifikat sebagai inseminator dari pemerintah (dalam hal ini Dinas Peternakan).
Pelayanan Petugas Inseminasi Buatan
Pelayanan inseminasi buatan dilakukan oleh Inseminator yang telah memiliki surat izin melakukan inseminasi (SIM) dengan sistem aktif, pasif dan semi-aktif.
Bila inseminator belum memiliki SIM maka tanggung jawab hasil kerjanya jatuh pada Dinas Peternakan Propinsi tempatnya bekerja.
Pelaporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) mengikuti pedoman sebagai berikut:
- Inseminator mengisi tanggal pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) pertama, kedua, ketiga dan seterusnya pada kartu catatan Inseminasi Buatan (IB) masing-masing akseptor
- Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang tidak birahi kembali setelah Inseminasi Buatan (IB) pertama (kemungkinan bunting) dan tempat serta nama peternak yang sapi / ternaknya yang baru di Inseminasi Buatan (IB) kepada Petugas Pemeriksa Kebuntingan
- Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang "repeat breeder" (sapi yang telah di Inseminasi Buatan (IB) lebih dari tiga kali dan tidak bunting) kepada Asisten Teknis Reproduksi.
Tugas pokok inseminator adalah:
- Menerima laporan dari pemilik ternak mengenai sapi birahi dan memenuhi panggilan tersebut dengan baik dan tepat waktu
- Menangani alat dan bahan Inseminasi buatan sebaik-baiknya
- Melakukan identifikasi akseptor Inseminasi Buatan (IB) dan mengisi kartu peserta Inseminasi Buatan (IB);
- Melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak;
- Membuat laporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) dan menyampaikan kepada pimpinan SPT IB
Untuk mempermudah pelaporan / permintaan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) maka harus dibuat suatu sistem pelaporan yang sederhana, cepat, mudah dan murah. Kotak laporan, bendera di depan rumah / kandang, kartu birahi dan lain-lain adalah beberapa sistem komunikasi yang telah dijalankan pada beberapa tempat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai keadaan yang berbeda, oleh karena itulah buatlah suatu perjanjian dengan para akseptor mengenai cara-cara komunikasi yang baik yang disepakati bersama. Komitmen untuk mematuhi keputusan tersebut juga diperlukan.
Petugas IB (inseminator) hanya boleh menginseminasi kalau betina sedang birahi saja. Kalau betina tidak sedang birahi, petugas IB sebaiknya memberitahukan ke peternak dan memintanya untuk memperhatikan gejala birahi dengan lebih baik lagi. Anatomi dan Fisiologi Alat Kelamin Betina Pubertas (kematangan alat kelamin / dewasa kelamin) terjadi akibat aktivitas dalam ovarium (indung telur), umur pubertas pada sapi adalah antara 7 - 18 bulan, atau dengan berat badan telah mencapai kurang lebih 75% dari berat dewasa. Kecepatan tercapainya umur dewasa kelamin tergantung dari:
- Jenis / bangsa sapi;
- Gizi, Bila jumlah dan kandungan gizi pakan kurang jumlah atau mutunya, maka dewasa kelamin akan lebih lama dicapai, hal ini disebabkan berat badan yang kurang;
- Cuaca, Di daerah tropis seperti di Indonesia, umur dewasa kelamin lebih cepat / muda
- Penyakit, Karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berat badan, apalagi bila menyerang alat kelamin, maka kemungkinan besar umur dewasa kelamin lebih lambat dicapai.
Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya berulang setiap 21 hari, dengan selang antara 17-24 hari.
Siklus birahi akan berhenti secara sementara pada keadaan-keadaan:
- Sebelum dewasa kelamin;
- Selama kebuntingan;
- Masa post-partum.
Siklus birahi dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan. Tahapan dan lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini :
- EstrusPada tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 - 24 jam.
- ProestrusWaktu sebelum estrus. Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadang-kadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari.
- MetaestrusWaktu setelah estrus berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini 3 - 5 hari.
- DiestrusWaktu setelah metaestrus, corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron.
Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning, yaitu 13 hari. Pada saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium) dimulai. Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi, bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus dan membentuk apa yang disebut corpus luteum (badan kuning) Corpus luteum ini dibentuk selama 7 hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil lagi karena ada satu hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan mencegah pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang kebuntingan).
Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon, yaitu:
- Sebelum ovulasi: hormon estrogen;
- Setelah ovulasi corpus luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron Hormon-hormon ini mengontrol (beri jarak) kejadian siklus birahi di dalam ovarium.
Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB)Pemeriksaan Awal
Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri dilaksanakan. Untuk memudahkan, sebagai patokan biasa dilakukan sebagai berikut: Pertama kali terlihat tanda-tanda birahi Harus diinseminasi padaTerlambat Pagi Hari yang sama Hari berikutnya Sore Hari berikutnya (pagi dan paling lambat siang hari) Sesudah jam 15:00 besoknya Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada.
Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :
- ternak gelisah
- sering berteriak
- suka menaiki dan dinaiki sesamanya
- vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh)
- dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
- nafsu makan berkurang
Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak. Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak.
Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)
Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :
- permulaan birahi : 44%
- pertengahan birahi : 82%
- akhir birahi : 75%
- 6 jam sesudah birahi : 62,5%
- 12 jam sesudah birahi : 32,5%
- 18 jam sesudah birahi : 28%
- 24 jam sesudah birahi : 12%
Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan
Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan adalah :
- Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah;
- Inseminator kurang / tidak terampil;
- Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi;
- Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban;
- Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina.
Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:
- Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa);
- petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi.
Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain.
Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit. Ia membutuhkan suatu kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator, petugas pemeriksa kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih memegang peranan yang besar disini. Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan petani. Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini.
Sinkronisasi Birahi Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara crash-program dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormon Progesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin F2a. Nama dagang yang paling sering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F.
Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untuk petugas lapang.
Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :
- Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak urus (kaheksia);Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi.
- Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama;
- Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.
Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut:
- Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB) maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37 oC, selama 7-18 detik.
- Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue.
- Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih
- Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw
- Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat
- Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum
- Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu
- Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'.
Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan.
Rabu, 01 Februari 2017
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pisang dengan Pestisida Hayati

Pengendalian juga dapat menggunakan pertisida hayati yang akrab lingkungan, disebut demikian karena bahan kimia nabati ini dapat mudah terurai, dapat dibuat oleh petani karena bahan baku tersedia disekitar lokasi, dan harga pembuatan yang terjangkau.
Kelemahan pestisida nabati adalah :
- Daya tahan yang singkat (sangat mudah berubah/terurai), oleh karena itu volume aplikasi harus direncanakan dengan cermat agar efisien,
- Konsentrasi larutan yang dihasilkan masih tidak konsisten karena sangat tergantung pada tingkat kesegaran bahan baku.
- Diperlukan standar pengolahan untuk tiap tanaman dan standar aplikasi penggunaan bagi pengendalian OPT.
Beberapa pestisida nabati yang dapat mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman pisang adalah sebagai berikut :
1. Mimba (Azadirachta indica)
Tanaman ini telah lama dikenal dan mulai banyak digunakan sebagai pestisida nabati menggantikan pestisida kimia. Tanaman ini dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida, fungisida, acarisida, nematisida dan virisida. Senyawa aktif yang dikandung terutama terdapat pada bijinya yaitu azadirachtin, meliantriol, salannin, dan nimbin.
Tanaman ini dapat mengendalikan OPT seperti : Helopeltissp,; Empoascasp.; Tungau jingga (Erevipalpis phoenicis), ulat jengkal (Hyposidra talaca), Aphis gossypii, Epilachna varivestis, Fusarium oxyporum, Pestalotia, sp.; Phytophthorasp.; Heliothis armigera, pratylenchussp.; Nilaparvata lugens, Dasynus sp.; Spodoptera litura, Locusta migratoria, Lepinotarsa dec emlineata, palnoccocus citri, Agrotis ipsilon, Callosobruchus chinensis, Alternaria tenuis, Carpophilus hemipterus, kecoa, Cry sptolestes pussillus, Corcyra cephalonnomia, Crocidolomia binotalis, Dysdercus cingulatus, Earias insulana, Helycotylenchus sp.; Meloidogyne sp.; Musca domestica, Nephotettix virescens, Ophiomya reticulipennis, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, Sitophilussp.; Sogatella furcifera, Tribolium sp.; tungro pada padi, Tylenchus filiformis.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Biji nimba dikupas / daun dimba ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 20 – 25 gram/l;
- Endapkan selama 24 jam kemudian disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan;
- Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan, untuk pengendalian sedangkan untuk pengendalian nematoda dilakukan dengan cara menyiram di sekitar tanaman yang terserang.
Kulit biji dan kulit batang dapat digunakan sebagai mulsa (dikeringkan).
2. Serei Wangi (Andropogon nardusL).
Tanaman ini dikenal sebagai tanaman obat tradisional dan kosmetik, di Jawa dikenal sebagai sere wangi dan di Sunda dikenal sebagai sereh wangi. Tanaman ini dapat digunakan sebagai menggantikan pestisida kimia yaitu untuk insektisida, bakterisida, dan nematisida.
Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena.
Tanaman ini dapat mengendalikan Tribolium sp,; Sitophilus sp.; Callosobruchus sp.; Meloidogyne sp.; dan Pseudomonassp.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Daun dan batang ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25 – 50 gram/l;
- Kemudian endapkan selama 24 jam kemudian disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan;
- Aplikasi dilakukan dengan cara disemprotkan atau disiramkan;
- Sedangkan untuk pengendalian hama gudang dilakukan dengan cara membakar daun atau batang hingga didapatkan abu, lalu sebarkan / letakkan didekat sarang atau dijalur hama tersebut mencari makan.
3. Piretrum (Chysanthemum cinerariaefolim VIS)
Tanaman ini lebih dikenal sebagai bunga chrysan, banyak ditanam dipekarangan (taman) dan juga sebagai obat mata. Tanaman ini mulai banyak digunakan sebagai pestisida nabati menggantikan pestisida kimia. Tanaman ini dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida, dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini terdapat pada bunga bersifat racun kontak yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat serangga, menghambat perkembangan serangga dengan penetasan telur.
Aplikasi dari tanaman ini dapat digunakan untuk mengendalikan Aphis fabae, Aphis gossypii, Helopeltis sp,; Cricula trifenestrata, Plutella xylostella, Hyalopterus pruni, Macrosephum rosea, Drosophilla spp.; Empoasca fabae, ulat jengkal, Thrips Choristoneuro pinus, Doleschallia polibete, Agrotis ipsilon, Callosobruchus chinensis, Carpophilus hemipterus, kecoa Crysptolestes pussillus, Corcyra cephalonica, Crocidolomia binotalis, Dysdercus cingulatus, Earias insulana, Epilachna varivestis, Fusarium sp; Locusta migratoria, Musca domestica, Nephotettix virescens, Nilaparvata lugens, Ophiomya reticulipennis, Planococcus citri, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, Sitophilus
sp.; Spodoptera litura, Tribolium sp, Helycotylenchus sp.; Meloidogyne sp.; Pratylenchus sp.; Tylenchus filiformis.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Mahkota bunga dikeringkan lalu ditumbuk;
- Hasil penumbukan direndam dalam air dengan konsentrasi 20 gram/l selama 24 jam;
- Hasil endapan kemudian disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan;
- Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan;
- Aplikasi dapat dilakukan dalam bentuk tepung yang dicampur dengan bahan pembawa seperti kapur dan bedak atau menggunakan alkohol, aceton atau minyak tanah sebagai pelarut.
4. Bakung (Crinum asiaticumL)
Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan obat tardisional depresan sistem syarat pusat. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pengganti pestisida yang berfungsi sebagai bakterisida, dan virisida.
Senyawa dari tanaman ini mengandung alkaloid yang terdiri dari likorin, hemantimin, krinin dan krianamin.
Tanaman ini bermanfaat untuk menekan /menghambat pertumbuhan Fusarium oxyporum. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Menumbuk daun dan atau umbi lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25 – 50 gram/l selama 24 jam.
- Larutan hasil perendaman ini disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan.
- Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan.
5. Sirih (Piper betleL)
Tanaman sirih dengan banyak nama daerah merupakan tanaman yang telah lama dikenal sebagai bahan baku obat tradisional, dapat digunakan sebagai bahan pestisida alternatif karena dapat digunakan/bersifat sebagai fungisida dan bakterisida. Senyawa yang dikandung oleh tanaman ini antara lain profenil fenol (fenil propana), enzim diastase tanin, gula, amilum/pati, enzim katalase, vitamin A,B, dan C, serta kavarol. Cara kerja zat aktif dari tanaman ini adalah dengan menghambat perkembangan bakteri dan jamur.
Tanaman ini walaupun belum secara efektif dapat mengendalikan Phytophthora sp,; Fusarium oxyporum, Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Daun sirih ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25 – 50 gram/l selama 24 jam,
- Setelah itu disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan.
- Aplikasi dilakukan dengan cara penyiraman larutan semprot ke sekitar tanaman yang sakit atau dengan mengoleskan larutan pada bagian yang terserang (sakit).
6. Mindi (Melia azedarach L)
Tanaman mindi dikenal dengan nama mindi kecil, banyak digunakan dalam industri sebagai bahan baku sabun. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena dapat bersifat sebagai insektisida, fungisida, dan nematisida. Senyawa aktif yang dikandung antara lain margosin (sangat beracun bagi manusia), glikosida flavonoid dan aglikon.
Tanaman ini dapat digunakan untuk mengendalikan / menekan OPT seperti Hidari irava, Spodopt
era litura, Spodoptera abyssina, Myzus persicae, Orsealia oryzae, Alternaria tenuis, Aphis citri, Bagrada crucifearum, Blatella germanica, Kecoa, Jangkrik, Kutu, Belalang, Heliothis virescens, H. Zea; Helminthosporium sp.; Holocrichia ovata, Locusta migratoria, Meloidogyne javanica, Nephotettox virescens, Nilaparvata lugens, Ostrina furnacalis, Panochychus citri, Sagotella furcifera, Tribolium castaneum, Tryporyza incertulas, Tylenchus filiformis.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Biji mindi dikupas / daun dimba ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi25 – 50 gram/l selama 24 jam,
- Larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan.
- Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan. Kulit buah dan kulit batang dapat digunakan sebagai mulsa (dikeringkan).
7. Cengkeh (Syzygium aromaticum L)
Tanaman cengkeh telah lama dikenal masyarakat, baik sebagai bumbu dapur maupun bahan baku industri (rokok, kosmetik, obat) dengan nilai komersial yang tinggi. Sejak jaman kolonial tanaman ini banyak ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia terutama di Maluku dan Sulawesi. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena dapat digunakan sebagai insektisida, fungisida, bakterisida, dan nematisida. Senyawa aktif yang dikandung oleh tanaman ini dapat menghambat/menekan pertumbuhan/perkem-bangan cendawan penyebab penyakit, hama, nematoda dan bakteri.
OPT yang dapat dikendalikan antara lain : Fusarium sp.; Phytophthora sp.; Rigidoporus sp.; Sclerotium sp.; Dacus sp.; Stegobium panicum. Pseudomonas solanacearum, Radopholus similis, Meloidogyne incognita.
Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan :
- Daun, bunga atau tangkai bunga ditumbuk hingga menjadi tepung,dapat juga diekstak (laboratorium),
- Sebarkan tepung/minyak tersebut pada tanaman atau sekitar perakaran yang terserang dengan dosis 50 gram/pohon, jika menggunakan serasah daun cengkeh dosis yang digunakan 100 gram/pohon.
- Pada tanaman dengan serangan ringan dapat dilakukan penyayatan pada akar kemudian diolesi dengan tepung/ minyak cengkeh.
Selasa, 24 Januari 2017
Tahapan dalam Penerapan prinsip - prinsip HACCP
Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas atau tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Menyusun tim HACCP
- Mendeskripsikan produk
- Mengidentifikasi tujuan penggunaan
- Menyusun diagram alir
- Mengkonfirmasi diagram alir di lapang
- Menyusun daftar semua potensi bahaya yang berhubungan pada masing-masing tahapan, melakukan analisis potensi bahaya dan mencari cara untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah diidentifikasi
- Menentukan titik-titik pengendalian kritis (CCP)
- Menentukan batas-batas kritis untuk masing-masing CCP
- Menentukan suatu sistem pengawasan untuk masing-masing CCP
- Penentukan upaya-upaya perbaikan
- Menyusun prosedur verifikasi
- Menyusun dokumentasi dan penyimpanan catatan
Tahapan 1 : Menyusun Tim HACCP
A. Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan keamanan pangan
Meskipun hal ini mungkin tidak secara eksplisit disyaratkan oleh Codex, namun tahap ini sangat disarankan sehingga pihak manajemen perusahaan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem HACCP.
Ahli-ahli HACCP telah menyarankan bahwa kebijakan yang dikatakan secara oral harus didefinisikan dan didokumentasikan termasuk tujuan-tujuannya dan komitmennya terhadap keamanan produk. Hal tersebut harus difokuskan pada keamanan dan higiene bahan pangan dan harus disesuaikan dengan harapan dan kebutuhan konsumen.
B. Mendefinisikan lingkup rencana HACCP
Lingkup rencana HACCP (atau bidang yang akan dipelajari) harus didefinisikan sebelumnya sebelum memulai studi HACCP.
Bagian dari studi HACCP termasuk:
- Membatasi studi pada produk atau proses tertentu
- Mendefinisikan jenis potensi bahaya yang akan dimasukkan
- Mendefinisikan bagian rantai makanan yang akan dipelajari
Tujuan akhir perusahaan adalah memiliki sistem HACCP yang berhubungan dengan
- Keseluruhan produk
- Semua tahapan proses produksi
- Semua potensi bahaya
Pada prakteknya, perusahaan bisa menentukan prioritas dalam fungsi resiko dan sumberdaya yang tersedia dan mendefinisikan tujuan yang tidak terlalu ambisius.
Tentang pemulihan produk dan proses
- Hal ini sulit dilakukan pada saat yang sama untuk produk dan proses yang berbeda. Memang direkomendasikan untuk memulai dengan suatu proses yang sesnsitif, namun lebih baik untuk memnetukan batasan hingga sejauh mana proses tersebut akan dipelajari.
Tentang pemilihan potensi bahaya yang harus dikendalikan:
- Metode HACCP bertujuan untuk mengendalikan semua potensi bahaya. Namun demikian, untuk alasan-alasan praktis, suatu studi dapat dibatasi menjadi sebuah kelompok potensi bahaya (fisik, kimia, biokimia), bahkan dibatasi lagi hingga satu potensi bahaya (misalnya Listeria).
- Pada semua kasus, selalu disarankan untuk membuat daftar potensi bahaya terlebih dahulu, selengkap mungkin untuk memilih potensi bahaya yang harus diperhatikan.
C. Menyusun tim HACCP
Tim ini harus dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan studi). Perencanaan, organisasi dan identifikasi suber-sumber daya yang penting adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.
Kesuksesan studi ini tergantung pada: Pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi bahaya yang perlu diperhatikan, Pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode ini.
Kompetensi pelatih
Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-10 orang yang menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan. Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi, quality control, bagian teknis dan perawatan. Pada beberapa tahapan studi, tim ini dapat dilengkapi dengan kompetensi-kompetensi yang lain seperti marketing, penelitian dan pengembangan (R&D). pembelian, pemesanan/launching, iklan, undang-undang dst. Sesuai dengan kebutuhan, seorang ahli teknis (internal maupun eksternal) atau spesialist pada masalah yang sedang dipelajari bisa dilibatkan.
Sumberdaya (waktu untuk rapat, biaya pengujian,biaya sumber informasi, biaya konsultan ahli dari luar) harus didefinisikan setepat mungkin. Frekuensi rapat tergantung pada rangkaian tujuan dan ketersediaan. Sebaiknya rapat dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 2-3 minggu sekali. Pada umumnya lama rapat adalah setengah hari.
Perencanaan dan tujuan dari akhir program harus didefinisikan sejak awal studi dan sistem pelaporan hasil kerja dari tim HACCP harus disusun.
Segera setelah tahap pendahuluan ini dilakukan, disarankan untuk memiliki informasi dasar tentang potensi bahaya yang harus dipertimbangkan dan proses (data epidemiologis, ilmiah dan teknis, data ekonomi, logistik, peraturan administratif, dst)
Tanggung jawab dan wewenang harus didefinisikan dan didokumentasikan dengan memperhatikan jaminan keamanan pangan.
Tahapan 2 : Deskripsikan Produk
Menurut Codex Alimentarius deskripsi produk ini berhubungan dengan prioritas produk akhir. Deskripsi produk akan menjelaskan:
- Karakteristik umum (komposisi, volume, struktur, dst)
- Struktur fisikokimia (pH, aktivitas air, jumlah dan jenis kurator, atmosfir termodifikasi)
- Bahan pengemas dan cara pengemasan
- Kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi untuk pengawetan (suhu, batas umur simpan) dan penggunaannya.
- Kondisi distribusi
- Kondisi penggunaan oleh konsumen
Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah, bahan baku, produk antara dan produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik tertentu.
Informasi yang berhubungan dengan karaktersitik yang dapat berpengaruh terhadap potensi bahaya yang akan dipertimbangkan (misalnya suhu, pengawetan atau aktivitas air yang berhubungan dengan bakteria) akan dikumpulkan pertama kali. Tahapan ini sangat penting dan tidak boleh diremehkan. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi yang dapat diandalkan tentang suatu produk, komposisi, perilaku, umur simpan, tujuan akhir, dan sebagainya. Kreaguan akan ketidakpastian (pH, Aw dan sebagainya) harus dihilangkan ada tahapan studi ini, jika perlu dengan cara percobaan dan pengujian. Data yang dikumpulkan akan digunakan pada tahap berikutnya dalam studi HACCP, tetrutama untuk melengkapi Tahap 6 (analisis potensi bahaya) dan tahap 8 (batas kritis).
Tahapan 3 : Identifikasi Tujuan Penggunaan
Tujuan penggunaan harus didasarkan penggunaan yang diharapkan oleh user atau konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah:
- untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan
- penggunaan produk secara normal
- petunjuk penggunaan penyimpangan yang dapat di duga dan masih masuk akal.
- Kelompok konsumen yang akan menggunakan produk tersebut
- Populasi konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut misalnya lansia, orang sakit, bayi,wanita hamil, orang yang mengalami masalah dengan kekebalan tubuh, dan sebagainya.
- Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan yang sesungguhnya; yaitu memverifikasi keterandalan informasi dan menerapkan rencana percobaan (pengujian, pengukuran, jajak pendapat dan sebagainya).
- Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan peraturan yang dibuat.
- Jika perlu, untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen.
Selain hal hal tersebut juga disarankan untuk menguji kejelasan dan kemudahan akses petunjuk penggunaan produk yang dihasilkan.
Tahapan 4 : Menyusun Diagram Alir
A. Menyiapkan Diagram Alir yang Rinci
Diagram alir harus mencakup seluruh tahapan dalam operasi produk yang telah ditentukan dalam studi (lingkup rencana HACCP). Sebuah diagram alir adalan penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi yang saling berkesinambungan.
Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir produk yang sedang dipelajari. Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis potensi bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhanakan secara berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat diandalkan, Pada tahapan ini, kemungkinan ada kesulitan tertentu dalam pendefinisian tahapan operasi, dengan kata lain, seberapa jauh proses tersebut harus dibagi dalam tahapan-tahapan proses tersendiri.
Pada prakteknya pembagian tahap operasi yang tepat akan memudahkan analisis potensi bahaya.
Bila mana perlu, informasi pelengkap dapat berupa:
- Masukan: bahan mentah, bahan baku, produk antara selama proses
- KARAKTERISTIK (parameter, kendala) tiap tahapan proses:
- Urutan,
- Aliran internal, termasuk tahap daur ulang
- Parameter waktu dan suhu
- Kondisi antar muka (perubahan dari satu tahap ke tahap yang lain)
- Kontak produk dengan lingkungan (kemungkinan kontaminasi dan atau kontaminasi silang).
- Prosedur pembersihan-disinfeksi dan proses
- Kondisi penyimpanan dan distribusi peralatan dan produk
- Petunjuk yang diberikan untuk penggunaan produk.
B. Penyiapan Skema Pabrik
Sebuah skema pabrik harus dibuat untuk menggambarkan aliran produk dan lalu lintas pekerja untuk memproduksi produk yang sedang dipelajari. Diagram tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas mulai dari saat bahan-bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah, dikemas/digunakan untuk mengemas, disimpan kembali hingga didistribusikan.
Diagram alir pekerja harus menggambarkan pergerekan pekerja di dalam pabrik termasuk ruang ganti, ruang cuci dan ruang makan siang. Lokasi tempat cuci tangan dan cuci kaki (jika ada) juga harus dicatat. Skema ini harus dapat membantu mengidentifikasi wilayah yang memungkinkan terjadinya kontaminasi silang di dalam proses produksi.
Diantara semua informasi yang berharga yang harus dikumpulkan, informasi-informasi berikut ini wajib diperoleh:
- Bangunan: sifat, konstruksi, pengaturan
- Sifat, fungsi dan jumlag tahapan proses
- Kemungkinan terdapatnya wilayah yang dilindungi
- Sifat sambungan dan peralatan
- Aliran internal:
- Gerakan udara
- Penggunaan air
- Pergantian staff
Tahapan 5 : Konfirmasi Silang Diagram Alir di Lapang
TimHACCP harus mengkonfirmasi proses pengolahan yang sesungguhnya dengan diagram alir dan skema pabrik pada seluruh tahapan dan jam operasi dan bila mana perlu mengubah dokumen tersebut. Tujuannya adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi pengolahan pangan.
Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verivikasi tahap ini harus diprioritaskan pada:
- Tinjauan tentang proses yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda (bila ada). Pada shift yang berbeda bisa terjadi perbedaan-perbedaan.
- Meninjau sistem pengawasan dan prosedur pencatatan (keberadaan, dan ketersediaannya untuk digunakan oleh petugas yang berwenang, pendistribusian kembali, peralatan yang digunakan. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran, dsb).
- Menguji bagaimana operator memahami dan menerapkan prosedur tertulis dan mengoperasikannya termasuk mengawasi dan melakukan prosedur penyimpanan catatan.
- Meninjau penerapan program-program yang disyaratkan sebelumnya.
Demi keakuratan studi HACCP, konfirmasi ini tidak boleh diabaikan. Pada semua kasus, verifikasi akan menimbulkan pennyesuaian kembali diagram awal (diagram alir).
PenYaesuaian kembali yang dapat menampilkan situasi sesungguhnya hanya dapat diperoleh dengan memperinci catatan tentang jalannya operasi di lapang, di pabrik melalui pengamatan dan wawancara dengan operator dan manajer suatu proses produksi. Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisis yang dilakukan selanjutnya bisa keliru.
Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa tidak teridentifikasi dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis (CCP) teridentifikasi sebagai CCP. Dengan demikian maka perusahaan telah membuang0buang sumber daya dan tingkat keamanan produk menjadi berkurang.
Tahapan 6 : Menyusun Daftar Semua Potensi Bahaya yang pada Setiap Tahapan, Melakukan Analisis Potensi Bahaya dan Mempertimbangkan Semua Upaya untuk Mengendalikan Potensi Bahaya yang Teridentifikasi
A. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masing-masing tahapan operasi dalam diagram
1. Potensi bahaya apa yang bisa terjadi dalam hubungannya dengan keamanan pangan?
Ketika daftar potensi bahaya pertama telah dibuat dalam kerangkakerja Tahapan I (lingkup rencana HACCP), maka jika perlu, pada saat itu kita sudah dapat melengkapi daftar ini dan auat untuk memperinci potensi bahaya.
Disarankan untuk mempelajari potensi bahaya biologis, kimia dan fisika secara terpisah berdasarkan perbedaan sifatnya.
2. Apa penyebab (atau faktor-faktor) yang dapat mengakibatkan potensi bahaya yang terdidentifikasi
(kontaminasi atau ketahanan) potensi bahaya atau dapat meningkatkan potensi bahaya tersebut hingga ke tingkat yang tidak dapat diterima?
Penyebab: semua faktor atau semua situasi (bahan, lingkungan, metode, pekerja, peralatan, sambungan-sambungan, dsb).
Kondisi kerja yang normal harus dipertimbangkan demikian pula semua penyimpangan kerja, kegagalan proses, proses yang salah, atau dengan kata lain kemungkinan penyimpangan yang bisa terjadi.
3. Apa resiko yang terkait dengan potensi bahaya yang teridentifikasi?
Dengan kata lain, upaya untuk membuat evaluasi potensi bahaya secara kualitatif (konsekuensi, keseriusan) dan jika perlu kuantitatif (keberadaan, frekuensi).
Evaluasi ini berguna untuk menentukan prioritas dalam penerapan proses sistem HACCP dan untuk menyusun upaya-upaya pengendalian pada resiko yang paling berbahaya.
4. Upaya apa yang harus diterapkan untuk mengkontrol potensi bahaya yang telah diidentifikasi (untuk menghilangkan keberadaan potensi bahaya tersebut hingga ke tingkat yang dapat diterima)?
Upaya pengendaliannya berupa operasi dan tindakan yang harus diterapkan untuk mencegah atau menghilangkan suatu potensi bahaya terhadap keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Kadang kala, ada lebih dari satu upaya pengendalian yang diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya tertentu dan ada lebih dari satu potensi bahaya yang dapat dikendalikan dengan suatu upaya pengendalian.
B. Kajian Informasi
Informasi yang dikumpulkan pada Tahap 2 yaitu ‘Deskripsi Produk’ dan Tahap 3 yaitu ‘Identifikasi
Tujuan Penggunaan’ HARUS sesuai dengan kondisi saat ini dan akurat, Jika ada keraguan yang timbul dari salah satu anggota tim, maka sumber-sumber yang lain harus dijadikan acuan, terutama:
- Data-data ilmiah
- Badan pengawasan makanan
- Literatur mikrobiologi pangan, pengolahan pangan dan sanitasi pabrik yang terdapat di perpustakaan universitas, internet, dan konsultan dalam maupun luar negeri, dan
- Data keluhan terhadap perusahaan.
Namun demikian, karena persiapan untuk analsiis potensi bahaya ini sangat menghabiskan waktu, maka kajian harus difokuskan pada identifikasi hal-hal berikut ini:
- Kecenderungan keberadaan berbagai potensi bahaya.
- Lokasi yang memungkinkan terjadinya salah penanganan
- Sarana penyebaran potensi bahaya yang sering teridentifikasi
- Faktor-faktor yang berperan.
C. Identifikasi dan analsis potensi bahaya
Untuk penyederhanaan, prosedur analisis potensi bahaya dapat dibagi menjadi dua tahap:
TAHAP 1: Mengkaji bahan yang masuk
TAHAP 2: Mengevaluasi operasi (tahapan proses) untuk Potensi Bahaya
Menerapkannya secara logis akan membantu menghindari pengabaian hal-hal yang penting.
D. Penentuan Resiko
Penilaian Kualitatif
Setelah daftar potensi bahaya dibuat, tim HACCP bisa menghadapi kondisi dimana ada sejumlah besar potensi bahaya yang perlu diperhatikan dan sumber daya internal yang terbatas. Tim HACCOP mungkin harus menyuun prioritas potensi bahaya yang mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Untuk menentukan pilihan prioritas yang tepat, tim HACCP mungkin harus menggunakan teknik klasifikasi kualitatif berdasarkan penentuan tingkat keseriusan, frekuensi dan kemungkinan tidak terdeteksinya potensi bahaya untuk menentukan resiko yang berhubungan dengan potensi bahaya tersebut. Untuk pelakukan penilaian ini, perusahaan dapat memilih kriterianya sendiri.
E. Kajian tentang Potensi Bahaya yang Teridentifikasi dan Cara Pengendaliannya
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan potensi bahaya yang mana yang sepenuhnya telah dapat dikendalikan dengan upaya pengendalian yang telah dilakukan pada program yang telah disyaratkan sebelumnya: bangunan, peralatan, sanitasi (pembersihan, desinfeksi dan pengendalian hama), pelatihan perseorangan (higiene dan perilaku), penyimpanan dan transportasi.
Formulir yang berisi tentang daftar potensi bahaya serta penyebabnya perlu di :
- verifikasi untuk mengetahui cara pengendalian yang telah dilakukan
- verifikasi dilapang untuk memastikan apakah potensi-potensi bahaya tersebut telah dikendalikan secara efektif
- catat sesuai dengan formulir yang sesuai (jika formulir tersebut adalah contoh yang dipilih).
Masing-masing upaya pengendalian perlu dibuat dalam bentuk resmi ke dalam prosedur yang didefinisikan dengan baik atau instruksi kerja yang dibuat oleh tim HACCP dan keefektifannya perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan seluruh informasi ilmiah yang telah dikumpulkan pada tahap pendahuluan protokol.
Pembuatan dalam bentuk resmi ini harus dilakukan oleh tim HACCP dengan mencantumkan deskripsi yang tepat tentang elemen-elemen kunci seperti tanggung jawab, cara pengolahan, jenis catatan, dan prosedur pencatatan atau dengan mengacu pada prosedur yang tersedia dalam dokumen yang lain. Prosedur dan instruksi kerja yang sudah ada mungkin perlu dimodifikasi dan dilengkapi.
Tahap ini mungkin melibatkan pembuatan rencana modifikasi perakatan yang akan dibeli, dan seterusnya.
Tahapan 7 : MENENTUKAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS (CCP)
A. Definisi
A. CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis
didefinisikan sebagai: “Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.”
didefinisikan sebagai: “Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.”
Dengan kata lain: suatu CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan dimana terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk. Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi. Dengan demikian,: “ Jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan dimana pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan produk, dan tidak ada upaya pengendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atau proses tersebut harus dimodifikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau sesudahnya agar dapat dikendalikan.”
B. Penentuan CCP
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.
Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada:
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.
Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada:
- Potensi bahaya yang teridentifikasi dan kecenderungan kemunculannya dalam hubungannya dengan hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.
- Operasi dimana produk tersebut terpengaruh selama pengolahan, persiapan dan sebagainya.
- Tujuan penggunaan produk.
CCP yang terpisah tidak harus ditujukan untuk masing-masing potensi bahaya. Namun demikian harus dilakukan usaha-usaha untuk menjamin penghilangan, pencegahan atau pengurangan seluruh potensi bahaya yang teridentifikasi. “Penentuan CCP dapat dibantu dengan pohon keputusan. Penerapannya harus bersifat lentur, tergantung pada situasi yang dihadapi.”Identifikasi CCP sesungguhnya sangat dibantu oleh pemahaman yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pohon keputusan. Pemahaman ini sangatlah mendasar.
Contoh CCP antara lain: pemasakan, pengendalian formulasi, pendinginan, dsb.
- Pemasakan: bahan mentah yang digunakan sering kali mengandung patogen, dengan demikian pengawasan pada saat penerimaan mungkin merupakan titik pengendalian kritis, tergantung pada asal dan penggunaan produk tersebut. Jika ada satu atau lebih tahapan selama pengolahan (misalnya pemasakan) yang dapat mengilangkan atau mengurangi sebagian besar potensi biaya biologis, maka pemasakan akan menjadi CCP (titik pengendalian kritis).
- Pengendalian formulasi bisa menjadi CCP. Beberapa bahan baku mempengaruhi pH atau kadat Aw makanan sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Serupa dengan hal tersebut, garam curing menciptakan lingkungan yang selektif untuk pertumbuhan mikrobia. Nitrit pada jumlah yang cukup akan mencegah pertumbuhan spora yang terluka karena panas. Dengan demikian, pada produk-produk tertentu, konsentrasi garam yang cukup tinggi serta nitrit dapat dimasukkan sebagai CCP dan diawasi untuk menjamin keamanannya.
- Pendinginan bisa menjadi CCP pada beberapa produk. Penurunan suhu yang cepat pada makanan yang dipasteurisasi adalah proses yang sangat penting karena pasteurisasi tidak mensterilkan produk namun hanya mengurangi beban bakteri hingga ke tingkat tertentu. Spora yang dapat bertahan pada proses ini akan tumbuh jika ada pendinginan yang tidak tepat atau pendinginan yang tidak cukup selama penyimpanan produk yang tidak stabil selama penyimpanan. Pada area yang sangat sensitif terhadap mikrobia (misalnya pengemasan makanan siap santap), praktek-praktek higiene tertentu mungkin harus dianggap sebagai CCP.
Potensi bahaya yang tidak sepenuhnya menjadi sasaran program pendahuluan akan ditinjau ulang dengan menggunakan pohon keputusan HACCP pada tahapan proses dimana potensi bahaya tersebut berada.
C. Contoh Pohon Keputusan
Pohon keputusan adalah 4 pertanyaan yang disusun berturut-turut dan dirancang untuk menilai secara obyektif CCP mana yang diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Cara penggunaan pohon keputusan serta pemahaman yang dibuat selama analisis harus dicatat dan didokumentasikan.
Tahapan 8 : Menyusun Batas Kritis untuk Masing-masing CCP
Tahapan 8 : Menyusun Batas Kritis untuk Masing-masing CCP
Suatu batas kritis didefinisikan sebagai: Sebuah kriteria yang memisahkan konsentrasi yang dapat dietrima dengan yang tidak dapat diterima CLs (batas kritis) harus dispesifikasi dan divalidasi untuk masing-masing CCP. Dalam beberapa hal, lebih dari satu batas krits harus diterapkan pada suatu tahapan tertentu. Tahapan ini harus memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu atau beberapa batas kritis, berikut pengawasanya yang menjamin pengendalian CCP.
Suatu batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh dengan cara pengendalian yang berhubungan dengan CCP (suhu, waktu, pH, dsb). Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas kritis terlampaui. Batas kritis bisa berupa serangkaian faktor seperti suhu, waktu (waktu minimum paparan), dimensi fisik produk, aktivitas air, kadar air, pH, klorin yang tersedia, dsb.
Batas kritis juga bisa berupa parameter sensoris seperti kenampakan (deteksi wadah yang rusak) dan tekstur. Satu atau lebih batas kritis bisa disusun untuk mengendalikan potensi bahaya yang etridentifikasi pada suatu CCp tertentu. Misalnya: untuk sandwiches yang dibungkus dalam film dengan pita berwarna (1 warna berbeda untuk hari yang berbeda) dan disimpan pada penyimpanan dingin (+3°C) sebelum disajikan, titik kritisnya bisa berupa suhu ruang penyimpan dan warna pita.
Batas kritis juga bisa berupa parameter sensoris seperti kenampakan (deteksi wadah yang rusak) dan tekstur. Satu atau lebih batas kritis bisa disusun untuk mengendalikan potensi bahaya yang etridentifikasi pada suatu CCp tertentu. Misalnya: untuk sandwiches yang dibungkus dalam film dengan pita berwarna (1 warna berbeda untuk hari yang berbeda) dan disimpan pada penyimpanan dingin (+3°C) sebelum disajikan, titik kritisnya bisa berupa suhu ruang penyimpan dan warna pita.
Batas kritis bisa berhubungan dengan satu atau beberapa karakteristik; fisik, kimia, mikrobiologis atau dari hasil pengamatan selama proses.
Tahapan 9 : Penyusunan sistem pengawasan untuk masing-masing CCP
"Pengawasan adalah pengukuran atau pengawasan yang terjadwal dari suatu CCP relatif dengan batas kritisnya.”
- Sistem pengawasan harus mampu mendeteksi seluruh penyimpangan dari pengendalian
- Pengawasan idealnya harus dapat memberikan informasi ini tepat pada waktunya agar dapat dilakukan penyesuaian yang perlu serta tindakan perbaikan bila mana perlu.
- Jika mungkin, penyesuaian proses harus dapat dibuat ketika proses pengawasan menunjukkan suatu trend yang mengarah pada hilangnya pengenadalian pada titik-titik kritis, Penyesuaian harus diambil sebelum terjadi penyimpangan.
- Data yang dihasilkan dari pengawasan harus di terjemahkan dalam dokumentasi etrtulis dan dievaluasi oleh orang yang berwenang dan memiliki pengetahuan serta kekuasan untuk melakukan tindakan perbaikan bilamana perlu.
- Jika pengawasan tidak dilakukan terus menerus, maka jumlah atau frekuensi pengawasan harus cukup untuk menjamin bahwa CCP masih dibawah kendali.
- Semua catatan dan dokumen yang berhubungan dengan pengawasan CCp harus ditandatangani oleh orang yang melakukan pengawasan dan oleh petugas peninjau yang bertanggung jawab dalam perusahaan tersebut.
Pada prakteknya, sistem pengawasan harus distandarisasi dengan menyusun prosedur operasi yang sesuai dan dapat menjelaskan:
- Sifat dan prinsip pengujian, metode atau teknik yang digunakan
- Frekuensi pengamatan, letak atau lokasi dilakukannya pengamatan
- Alat yang digunakan, proses atau rencana pengambilan sampel
- Tanggung jawab pengawasan an interpretasi hasil
- Peredaran informasi.
Tahapan 10 : Penyusunan Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan dapat didefinisikan sebagai “Semua tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan kegagalan pengendalian.”
Tindakan perbaikan dapat didefinisikan sebagai “Semua tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan kegagalan pengendalian.”
Tindakan perbaikan tertentu harus dikembangkan untuk masing-maisng CCP dalam sistem HACCP agar dapat mengatasi penyimpangan bilamana ada. Tindakan-tindakan ini harus dapat menjamin vahwa CCP telah dikendalikan. Tindakan-tindakan yang dilakukan juga harus melibatkan penyingkiran produk. Penyimpangan dan prosedur pembuangan produk harus didokumentasikan dalam sistem pencatatan HACCP.
Tahapan yang dibuat harus memungkinkan pendefinisian tindakan yang harus diambil ketika sistem pengawsan menunjukkan bahwa terjadi pelalaian pelanggaran pengendalian pada suatu CCP.
Catatan yang dibuat harus berisi:
- Sifat penyimpangan
- Penyebab penyimpangan
- Tindakan perbaikan yang dilakukan
- Orang yang bertanggung jawab terhadap tindakan perbaikan
- Tindakan lain yang dicapai
Semua penyimpangan yang mungkin terjadi tidak dapat diantisipasi sehingga tindakan perbaikan tidak boleh dilakukan sebelumnya. Dengan demikian disarankan untuk menduga kasus penyimangan yang paling sering terjadi dan atau mendefinisikan mekanismenya, pengaturannya, pihak yang berwenang, serta tanggung jawab secara umum untuk diterapkan setelah terjadi penyimpangan apapun juga.
Tahapan 11 : Penyusunan Prosedur Pengkajian Ulang
A. Pengkajian ulang (Verification)
Pengkajian ulang dimaksudkan untuk mencapai hal-hal berikut ini:
- Validasi Studi HACCP: dalam hal ini pengkajian ulang dapat dilakukan pad akhir studi dan atau setelah penerapannya yang pertama.
- Penerapan sistem HACCP yang telah didefinisikan secara efektif dan keberlanjutan efisiensinya. Dalam hal ini, pengkajian ulang dilakukan secara berkala dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengannya.
Pada prakteknya, prosedur pengkajian ulang dapat berisi: Audit sistem HACCP Pengkajian ulang bahwa CPC masih dalam kendali Pengamatan penyimpangan tindakan perbaikan maupun target akhir produk.
Meningkatkan pengawasan produk HACCP
- Melalui pengujian beberapa CPCs
- Semua aktivitas yang berhubungan dengan efisiensi sistem termasuk kalibrasi, pengawasan berkala dan perawatan peralatan (pengukuran dan pengolahan)
- Survei kepuasan konsumen dan pengkajian keluhan.
- Metode pengkajian ulang harus dapat distandarisasi, sedangkan cara pencatatan harus dapat didokumentasi. Tujuan dari pengkajian ulang ini adalah memperbaiki sistem HACCP.
B. Pengkajian HACCP
Penerapan metode sistem HACCP harus ditinjau kembali dan bila perlu diubah setiap produk, proses atau salah satu tahap mengalami modifikasi. Kajian sistematis harus diterapkan secara umum pada periode tertentu dan bilamana diperlukan analisis, misalnya pada kasus-kasus berikut ini:
- modifikasi produk
- modifikasi proses
- modifikasi peralatan dan sambungan
- modifikasi penyimpanan atau distribusi produk
- ada informasi ilmiah atau epidemi baru tentang potensi bahaya biologis, fisik, maupun kimia.
Secara umum, pengkajian ulang dilakukan setiap enam bulan hingga satu tahun, namun pelaksanaannya tergantung pada kasus yang ada serta tingkat keseringan modifikasi proses maupun munculnya potensi bahaya yang baru.
Tahapan 12 : Pembuatan Dokumentasi dan Penyimpanan Catatan
Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang efeisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Ada 3 hal yang termasuk dalam dokumen:
Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang efeisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Ada 3 hal yang termasuk dalam dokumen:
- semua studi tentang dokumen HACCP yang berisi rincian tentang pertimbangan ilmiah CCP (titik-titik pengendalian kritis), batas kritis, sistem pengawasan dan tindakan perbaikan.
- Dokumentasi tentang sistem: prosedur, cara operasi, instruksi kerja yang mengacu pada setiap titik dalam metode tersebut. Dokumen-dokumen ini menyusun rencana HACCP.
- Penyimpanan catatan (studi laporan HACCP, hasil penerapan sistem, pengambilan keputusan) sehingga dapat menggambarkan penerapan permanen sistem HACCP.
Dokumen-dokumen ini harus terus diperbaharui dan ada di setiap tempat yang memerlukan. Sistem pendokumentasian ini juga harus menjelaskan bagaimana orang-orang yang ada di pabrik dilatih untuk menerapkan rencana HACCP dan harus memasukkan bahan-bahan yang digunakan dalam pelatihan pekerja.
ANNEX : DEFINISI YANG DIGUNAKAN
Pengendalian (kata kerja): Melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk menjamin dan memelihara kesesuaian dengan kriteria yang terdapat dalam rencana HACCP.
Kendali (kata benda): Kondisi dimana prosedur yang benar diikuti dan kriteria yang ada dipenuhi.
Upaya Pengendalian: Semua tindakan dan aktivitas yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya pada keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Upaya Pengendalian: Semua tindakan dan aktivitas yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya pada keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Tindakan perbaikan: Semua tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan bahwa kehilangan pengendalian.
Titik-titik pengendalian kritis/Critical Control Point (CCP): Sebuah tahap dimana pengendalian dapat dilakukan untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Titik-titik pengendalian kritis/Critical Control Point (CCP): Sebuah tahap dimana pengendalian dapat dilakukan untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Batas Kritis: Suatu kriteria yang dapat memisahkan status penerimaan dan penolakan.
Penyimpangan: Kegagalan memenuhi suatu batas kritis
Diagram Alir: Suatu penyampaian representatif dari urutan tahap atau operasi yang digunakan dalam produksi atau pembuatan bahan pangan tertentu
Diagram Alir: Suatu penyampaian representatif dari urutan tahap atau operasi yang digunakan dalam produksi atau pembuatan bahan pangan tertentu
HACCP: Suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan potensi bahaya yang nyata untuk keamanan pangan.
Rencana HACCP: Suatu dokumen yang disusun sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata untuk keamanan pangan dalam rantai makanan yang hendak dibuat.
Rencana HACCP: Suatu dokumen yang disusun sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata untuk keamanan pangan dalam rantai makanan yang hendak dibuat.
Potensi Bahaya: Suatu benda atau kondisi biologis, kimia atau fisik dalam makanan yang dapat membahayakan kesehatan.
Analisis Bahaya: Proses pengumpulan dan evaluasi informasi potensi bahaya dan kondisi yang dapat mengakibatkannya untuk menentukan potensi bahaya dan kondisi yang mana yang berperan penting dalam keamanan pangan sehingga harus dimasukkan dalam rencana HACCP.
Pengawasan: Tindakan untuk melakukan pengamatan atau pengukuran yang berurutan dan terencana untuk mengendalikan parameter-parameter untuk menentukan apakah CCP masih terkendali.
Tahapan: suatu titik, operasi atau tahapan dalam rantai makanan termasuk bahan baku dari produksi primer ke konsumsi akhir.
Validasi: Pembuktian bahwa unsur-unsur dalam rencana HACCP memang efektif
Verifikasi: Penerapan metode, prosedur, pengujuan dan evaluasi yang lain selain pengawasan untuk menentukan kesesuaiannya dengan rencana HACCP.
Verifikasi: Penerapan metode, prosedur, pengujuan dan evaluasi yang lain selain pengawasan untuk menentukan kesesuaiannya dengan rencana HACCP.
Langganan:
Postingan (Atom)